Kamis, 30 Januari 2014

Pada suatu malam yang gelap, adalah seorang santri ngebet makan buah berrambut alias rambutan. Jadilah ia manjat dengan penuh semangat ke atas pohon semangka. Eh, bukan. Maksudnya rambutan. Lokasi pohonnya ada persis di depan rumah Ustadznya.

Amunisi sudah disiapkan. Walaupun cuma karung. Juga niat yang murni untuk mencuri tentunya.

Sip. Setelah di atas pohon, ia unduh semua buah rambutan yang terjangkau tangannya dan segera dimasukkan ke dalam karung. Karung yang sudah kenyang makan rambutan itu, ia bawa ke asrama dan dibagi-bagikan ke teman-teman satu lorongnya. Mereka sukses ngadain "Rambutan Party" malam itu.

Keesokan harinya, tanpa memanggil KPK, si pengambil rambutan sudah diketahui dan digelandang ke kantor Ustadz. Kayanya temennya yang ga kebagian rambutan malam itu deh yang ngelapor ke ustadz. Yaudah, si tersangka diinterogasi habis-habisan oleh Ustadz.

Sang Ustadz bertanya, ''Mengapa kau curi rambutan?"
"Takdir Ustadz.." jawab si pelaku polos.

Spontan, Sang Ustadz menjewer kupingnya, memelintirnya, sampe pelaku bersarung itu ikut terpelintir ngikutin jeweran di kupingnya.

"Adaaaooo.. Sakit Ustadz. Kok saya dihukum? Padahal saya mencuri itu kan sudah jadi takdir Alloh?" masih aja berdalih.
"Lho, jeweran ini juga takdir toh!" Sang Ustadz ga kalah nimpalin.

Malang betul nasib santri itu. Tapi, tengil juga sih dia. Biarin aja dia tau rasa deh. Dan, biar santri2 yang lain bisa ngambil pelajaran dari kejadian itu.
***
Begitulah takdir. Disebut ketika sudah terjadi. Namun, untuk perbuatan maksiat, jangan deh kita menisbat bahwa itu adalah takdir. Kenapa?

Begini, Kata Ustadz Salim A. Fillah, selalu ada ruang di antara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan-pilihan. Maka itulah gunanya misteri takdir. Agar kita memilih di antara bermacam tawaran. Untuk menyusun cita dan rencana. Lalu bertindak dengan prinsip indah, "Kita bisa lari dari takdir Alloh yang satu ke takdir Alloh yang lain, dengan takdir Alloh pula."

Jadi, bermaksiat tidaknya kita, kita sendiri yang memilih. Lo bermaksiat, itu bukan takdir. Tapi pilihan lo. Lo sendiri yang menyelamkan diri ke kolam pekat maksiat. Lo yang mesen sendiri tiket ke neraka. Padahal sebenernya, kalo kita mau berpikir jernih, pilihan-pilihan baik itu terbentang. Menanti untuk dipilih. Menanti untuk mengantar kita ke Surga. Kemudian kita berbahagia kekal di sana. Tapi, lagi-lagi itu pilihan. Jangan sampe salah pilih. Terutama pas pemilu nanti -loh?-

Sekian dulu yak. Cuma Alloh Yang paling tahu.

*rapihin laptop. Nyolokin charger-an*

5 komentar :

  1. Kunjungan saya ke sini berarti takdir juga nih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa..
      Ente dikasih semacam keinginan untuk buka blog ane ini. Kemudian ente bener2 melakukannya. ahahaha..

      Hapus
    2. Alhamdulillah.. Ternyata ente fokus kuliahnya..hingga blog ini tampak sudah banyak sarang laba-laba, hehe..

      Hapus
  2. Benar takdir..jadi pengen nulis tentang takdir..

    BalasHapus