Jumat, 31 Januari 2014

Assalaamu'alaykum, Temans :(

Maaf ya "rumah" gue masih berantakan. Sana-sini masih ga karuan. Pliss, maklumin aja ya, beginilah pemula adanya. Ibarat buah jambu aer, gue masih kaya pentilnya. Kecil. Belum bisa banyak dimanfaatkan.

Khusus di bagian menu, mungkin di antara kalian ada yang nganggep tuh menu PHP karena setelah di-klik ga ada isinya. Rasanya seperti cuma jadi pajangan supaya keliatan rame doang. Yah, itulah faktanya. Gue masih belajar cara masukin postingan ke dalem menu. Sampai saat ini, gue masih suka blogwalking untuk nyari caranya. Agak bingung sih. Pas ngotak-ngatik sendiri, pernah hampir berhasil. Eh, diujungnya ada misteri kodingan yang memuyengkan. Ga bisa gue pecahin sampe sekarang. Tapi overall, buat gue ini prestasi yang menyenangkan dan membanggakan. Akhirnya, seorang kuper dan gaptek kaya gue bisa ngelakuin ini, heuheuheu..

Makasih banget udah mau main ke rumah gue yang masih sederhana ini. Tapi biarpun sederhana, semoga ada makna berharga yang bisa dibawa setelah kalian berkunjung dari rumah gue ini. Syukur kalo bisa sampai menggugah untuk berubah. Perubahan ke arah kebaikan tentunya.

Berharap kalian yang berkunjung ke sini mau ngasih masukan yang bisa gue masukin di sini.


Salam Senyum,(^_^)v


Kamis, 30 Januari 2014

Pada suatu malam yang gelap, adalah seorang santri ngebet makan buah berrambut alias rambutan. Jadilah ia manjat dengan penuh semangat ke atas pohon semangka. Eh, bukan. Maksudnya rambutan. Lokasi pohonnya ada persis di depan rumah Ustadznya.

Amunisi sudah disiapkan. Walaupun cuma karung. Juga niat yang murni untuk mencuri tentunya.

Sip. Setelah di atas pohon, ia unduh semua buah rambutan yang terjangkau tangannya dan segera dimasukkan ke dalam karung. Karung yang sudah kenyang makan rambutan itu, ia bawa ke asrama dan dibagi-bagikan ke teman-teman satu lorongnya. Mereka sukses ngadain "Rambutan Party" malam itu.

Keesokan harinya, tanpa memanggil KPK, si pengambil rambutan sudah diketahui dan digelandang ke kantor Ustadz. Kayanya temennya yang ga kebagian rambutan malam itu deh yang ngelapor ke ustadz. Yaudah, si tersangka diinterogasi habis-habisan oleh Ustadz.

Sang Ustadz bertanya, ''Mengapa kau curi rambutan?"
"Takdir Ustadz.." jawab si pelaku polos.

Spontan, Sang Ustadz menjewer kupingnya, memelintirnya, sampe pelaku bersarung itu ikut terpelintir ngikutin jeweran di kupingnya.

"Adaaaooo.. Sakit Ustadz. Kok saya dihukum? Padahal saya mencuri itu kan sudah jadi takdir Alloh?" masih aja berdalih.
"Lho, jeweran ini juga takdir toh!" Sang Ustadz ga kalah nimpalin.

Malang betul nasib santri itu. Tapi, tengil juga sih dia. Biarin aja dia tau rasa deh. Dan, biar santri2 yang lain bisa ngambil pelajaran dari kejadian itu.
***
Begitulah takdir. Disebut ketika sudah terjadi. Namun, untuk perbuatan maksiat, jangan deh kita menisbat bahwa itu adalah takdir. Kenapa?

Begini, Kata Ustadz Salim A. Fillah, selalu ada ruang di antara rangsangan dan tanggapan. Dan ruang itu berisi pilihan-pilihan. Maka itulah gunanya misteri takdir. Agar kita memilih di antara bermacam tawaran. Untuk menyusun cita dan rencana. Lalu bertindak dengan prinsip indah, "Kita bisa lari dari takdir Alloh yang satu ke takdir Alloh yang lain, dengan takdir Alloh pula."

Jadi, bermaksiat tidaknya kita, kita sendiri yang memilih. Lo bermaksiat, itu bukan takdir. Tapi pilihan lo. Lo sendiri yang menyelamkan diri ke kolam pekat maksiat. Lo yang mesen sendiri tiket ke neraka. Padahal sebenernya, kalo kita mau berpikir jernih, pilihan-pilihan baik itu terbentang. Menanti untuk dipilih. Menanti untuk mengantar kita ke Surga. Kemudian kita berbahagia kekal di sana. Tapi, lagi-lagi itu pilihan. Jangan sampe salah pilih. Terutama pas pemilu nanti -loh?-

Sekian dulu yak. Cuma Alloh Yang paling tahu.

*rapihin laptop. Nyolokin charger-an*